Fajar
Riza Ul Haq, Pengurus Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam
sebuah tulisan bertajuk “Muhammadiyah, Politik Identitas dan Pilpres” di harian
Kompas (15/02/2019 )
menyatakan bahwa dalam faktanya, setiap calon presiden menikmati dukungan dari
pengikut atau anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam.
Hasil
survey Populi Center
periode 20 sd 29 Januari 2019 menunjukkan tingginya dukungan warga Muhammadiyah
kepada paslon 1 Jokowi-Ma’ruf Amin yaitu sebesar 72,1%, sedangkan suara yang
mendukung paslon 2 Prabowo-Sandi berjumlah 20,9%. Sementara itu, dukungan suara
warga NU kepada Jokowi-Ma’ruf Amin sebesar 56,1% dan 27,8% memilih Prabowo. Adapun
mayoritas anggota Persis (Persatuan Islam) mendukung paslon 2 yaitu sebesar
64,3% dan sebesar 35,7% diberikan kepada paslon 1. Satu-satunya ormas Islam
yang tidak mengalami perpecahan dukungan adalah FPI dimana 100% anggotanya
mendukung paslon 2 Prabowo-Sandi.
Netralitas
Muhammadiyah dalam menghadapi Pemilu 2019 mendatang memang tidak dapat
ditawar-tawar lagi sehingga independensi politiknya harus mutlak 100%. Hal ini
dibuktikan dengan suara yang besar terhadap dukungan warga Muhammadiyah ke
salah satu paslon karena itulah realitas hak politik yang ada. Hal ini
merupakan cermin dari kedewasaan politik warga Muhammadiyah dengan mengutamakan
prinsip inklusivitas. Organisasi kemasyarakatan sudah seharusnya memayungi
keragaman aspirasi politik warganya. Yang jelas, Muhammadiyah sangat berkepentingan
agar hasil pemilu dapat melahirkan pemimpin yang mampu membangun instrument
kebijakan yang memungkinkan masyarakat melakukan mobilitas social berdasarkan
sistem meritokrasi dan budaya egalitarian.